Minggu, 07 Juni 2009

Physiotherapy's Day


Sebagai salah satu bentuk kepedulian fisioterapi di masyarakat, bulan kemarin nich, prodi fisioterapi Stikes Al-Irsyad Cilacap mengadakan penyuluhan tentang kesehatan remaja dalam hal ini tentu saja yang berhubungan dengan fisioterapi donk.Acara ini dilaksanakan di SMA N 1 Banjarnegara. Kegiatan ini mendapat respon yang cukup baik dari siswa terbukti dengan banyaknya siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Rencananya kegiatan serupa akan dilaksanakan di beberapa SMA se-wilayah Barlingmascakeb. So.... tunggu aja kami di sekolahmu....Report :@ndhika

Myofascial Pain Syndrome

“Diagnosa Yang Sering Terlupakan”

Abstraksi
Sigh of pain in bone is often said by patient. Pain has been defined as an “unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue damage, or described in term of such damage. Disease which often misdiagnosa is Myofascial Pain Syndrome. Myofascial pain syndrome marked with the existence of trigger point.
Keyword : Pain, Myofascial, Trigger Point
A. PENDAHULUAN
Setiap orang pernah merasakan yang namanya nyeri, baik dalam skala ringan maupun dalam skala berat. Timbunya rasa nyeri menjadi suatu pertanda bahwa sedang terjadi suatu ketidak- beresan dalam system tubuh kita.
Keluhan tentang nyeri merupakan keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien. Tidak jarang pasien harus mengeluarkan biaya banyak untuk menjalani pemeriksaan diagnosa seperti MRI, CT Scan, EMG. Bahkan setelah itu pasien harus menjalani pengobatan dengan pemberian obat pereda nyeri atau OAINS. Kondisi ini juga kadang diperparah karena ketidaktepatan fisioterapi dalam menegakkan diagnosa fisioterapi sehingga terjadi kekurangtepatan dalam pemilihan modalitas terapi.
Salah satu penyakit yang paling sering di misdiagnosa baik oleh dokter (tidak cuma di Indonesia tetapi juga di Singapura, Malaysia dan Amerika) adalah Myofascial Pain Syndrome. Di Amerika (karena data di Indonesia belum ada), diagnose Myofascial Pain Syndrome ditemukan hampir 75% di klinik nyeri dan biasanya pasien harus menemui empat dokter spesialis untuk keluhan tersebut. (Anonim, 2008. http://www.kliniknyeriintegratif.blogspot.com/ )
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang Myofascial Pain Syndrome, ada baiknya kita terlebih dahulu mengenal tentang nyeri, fisiologi nyeri dan respon fisik terhadap nyeri.
B. NYERI
1. Pengertian Nyeri
Menurut International Association for The Study of Pain (1979), nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi terjadi kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan jaringan. Sedangkan menurut Kozier dan Erb (1983), nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Dengan demikian didapat suatu pengertian bahwa nyeri adalah perasaan majemuk yang bersifat subyektif, yang disertai perasaan tidak enak, rasa tertekan, pegal, ngilu dan sebagainya.
2. Fisiologi Nyeri
Adanya stimulasi atau trauma baik dari dalam maupun dari luar system neuromuscular dapat mengakibatkan terangsangnya nosiseptor pada saraf perifer diatas nilai ambang rangsang yang diteruskan ke korteks serebri kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk nyeri dengan bentuk dan kualitas rangsangan yang berbeda. Nosiseptor atau reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Berdasarkan letaknya nosiseptor dibedakan menjadi tiga macam yaitu nosiseptor kutaneus (pada kulit), nosiseptor somatic dalam dan nosiseptor visceral.
a. Nosiseptor
Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit terbagi menjadi dua komponen, yaitu :

1). Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6 – 30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
2). Serabit C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5 – 2 m/det) yang terdapat di daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Nosiseptor somatic meliputi nosiseptor yang berada pada tulang, pembuluh darah, saraf, otot dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya kompleks maka nyeri yang ditimbulkan merupakan nyeri tumpul dan sukar dilokalisasi.
Nosiseptor visceral meliputi nosiseptor pada organ-organ visceral seperti jantung, hati, ginjal, usus, dan sebagainya. Nyeri yang ditimbulkan biasanya terus menerus (difus). Nyeri ini biasanya tidak sensitive terhadap pemotongan organ tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, inflamasi dan ischemic. Nyeri visceral dapat menyebabkan terjadinya nyeri rujukan (reffered pain) yaitu nyeri yang timbul pada daerah yang jauh/berbeda dari organ asal stimulus nyeri tersebut.
b. Transmisi Nyeri
Dalam proses transmisi nyeri terdapat berbagai macam teori. Teori yang paling banyak digunakan dan cukup menjelaskan tentang mekanisme terjadinya nyeri adalah teori yang dikemukakan oleh Melzack & Wall (1959) yang lebih dikenal dengan Gate Control Theory.
Secara umum, antara kerusakan jaringan sebagai sumber stimulasi nyeri sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologi yang secara kolektif disebut nociception. Ada empat proses yang terjadi pada suatu nociception yaitu :
1) Proses tranduksi (transduction), merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri diubah menjadi aktifitas listrik yang akan diterima oleh ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimulus ini dapat berupa stimulasi fisik mekanis (tekanan), termal (panas, dingin), kimiawi (substansi nyeri).
2) Proses transmisi (transmission), yaitu penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses tranduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut saraf C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus spinotalamicus sebagai neuron kedua. Dari talamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somatosensorik di korteks serebri melalui neuron ketiga dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3) Proses modulasi (modulation), adalah proses dimana terjadi interaksi antara system analgesic endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Sistem analgesic endogen ini meliputi enkefalin, endorphin, serotonin dan noradrenalin memiliki efek yang mampu menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis, Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup dan terbuka untuk menyalurkan impuls nyeri. Proses tertutup dan terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh system analgesic endogen tersebut.
4) Persepsi (perception), adalah hasil akhir dari proses interaksi yang komplek yang dimulai dari proses tranduksi, transmisi, modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal dengan persepsi nyeri.
c. Respon Fisik Terhadap Nyeri
Ketika impuls nyeri ditransmisikan oleh medulla spinalis menuju batang otak dan talamus maka akan timbul respon fisik dan stimulasi pada system saraf autonom. Pada nyeri skala ringan sampai sedang tubuh bereaksi dengan membangkitkan rangsangan pada system saraf simpatis, sedangkan pada nyeri berat, nyeri organ visceral akan mengakibatkan stimulasi terhadap system saraf parasimpatis.

Tabel Respon Fisik Terhadap Nyeri
Reaksi Efek
Simpatis
Dilatasi lumen bronkus, peningkatan frekuensi nafas
Denyut jantung meningkat

Vasokontriksi Perifer



Peningkatan glukosa darah

Tegangan otot meningkat
Memungkinkan penyediaan oksigen yang lebih banyak
Memungkinkan transport oksigen lebih besar ke dalam jaringan tubuh (sel)
Meningkatkan tekanan darah dengan memindahkan suplay darah dari perifer ke organ visceral, otot dan otak
Memungkinkan penyediaan energi tambahan bagi tubuh
Menyiapkan otot untuk mengadakan aksi
Parasimpatis
Pucat

Kelelahan otot
Tekanan darah dan nadi menurun
Frekuensi nafas cepat, tak teratur
Disebabkan supplay darah yang menjauhi perifer
Karena kelemahan
Pengaruh stimulasi nervus vagus
Karena mekanisme pertahanan yang gagal untuk memperpanjang perlawanan tubuh terhadap nyeri



C. MYOFASCIAL PAIN SYNDROME
Nyeri myofascial adalah titik-titik yang hiper-iritasi, memiliki ciri khas tersendiri, terasa bunyi bila ditekan, yang terletak pada taut band otot skeletal. Nyeri myofascial dicirikan dengan adanya trigger point atau titik cetus. Titik cetus ini sangat nyeri bila ditekan dan dapat menghasilkan nyeri rujukan (reffered pain), disfungsi motorik dan fenomena autonom (keringat yang kurang di daerah yang nyeri). Trigger point yang menghasilkan reffered pain kadang tidak berhubungan dengan penjalaran saraf.
Penyebab dari nyeri myofascial dibagi menjadi dua yaitu mekanik dan ergonomic. Penyebab mekanik yang dimaksudkan disini adalah terjadinya trauma akut atau repetitive mikrotrauma. Trauma ini biasanya disebabkan karena postur tubuh yang jelek (scoliosis, lordosis, kyposcoliosis), defisiensi vitamin, gangguan tidur dan problem pada sendi. Sedangkan penyebab secara ergonomic misalnya posisi tidur yang jelek, posisi kerja yang buruk, sering memakai sepatu dengan hak tinggi, dan sebagainya.
Gejala dari nyeri myofascial biasanya muncul di sekujur tubuh dari kepala sampai kaki. Di daerah kepala, nyeri ini sering mengakibatkan terjadinya nyeri kepala, migraine, leher tegang, vertigo, nyeri bahu sampai tangan (yang sering disalahartikan dengan asam urat). Di daerah punggung, nyeri ini sering mengakibatkan terjadinya nyeri pinggang (Low Back Pain/LBP), nyeri menjalar sampai kaki, dan sebagainya.

Gambar Letak Trigger Point www.trisoma.com/webimg/Fig409BackMusclesTrP.jpg diambil tanggal 30 Januari 2009
Otot adalah organ penggerak aktif. Otot potensial sekali untuk terjadi trigger point. Trigger point sering terjadi pada otot-otot yang berperan mempertahankan postur tubuh, seperti otot-otot leher, bahu, lumbal, pelvic girdle. Adanya buldel yang hipersensitif atau nodul pada serabut otot yang lebih keras dari konsistensi normal maka secara khas berkaitan dengan trigger point.


Sumber : www.triggerpointbook.com/triggerp.htm.
Tanggal Pengambilan 30 Januari 2009

Palpasi pada trigger point dapat menimbulkan nyeri secara langsung diatas area yang terkena dan/atau menyebabkan radiasi nyeri kearah zona referensi dan timbul respon local twitch (kejang local). Nyeri myofascial dapat dirasakan dengan mudah jika otot tersebut diregang sekitar 2/3 dari panjang maksimal.
Menurut John Halford, terdapat tiga jenis trigger point yang berkembang dalam otot, ligament dan kapsul sendi, yaitu :
1. Inactive trigger point : kondisi ini seperti gunung berapi yang tidak lagi aktif
2. Latent trigger point : kondisi ini seperti gunung berapi yang bergemuruh
3. Active trigger point : kondisi ini seperti gunung berapi yang aktif dan bergemuruh
Active trigger point dapat menyebabkan terjadinya nyeri pada saat istirahat, saat dipalpasi timbul nyeri tekan dengan pola reffered pain yang sama dengan keluhan nyeri pasien. Trigger point berbeda dengan tender point (titik nyeri pada kasus fibromyalgia).
Tabel Perbedaan Trigger Point dan Tender Point
Trigger Point Tender Point
Nyeri tekan local, taut band, twitch (kejang otot), jump sign Nyeri tekan local
Singular atau multiple Multiple
Dapat terjadi pada otot skeletal Terjadi pada lokasi spesifik yang letaknya simetris
Dapat menyebabkan reffered pain yang spesifik, pola reffered pain Tidak menyebabkan reffered pain, tetapi sering menimbulkan sensitifitas yang berlebih di seluruh tubuh
Sumber : http://backandneck.about.com/od/chronicpainconditions/f/myofascialfibro.htm
Diambil tanggal 29 Januari 2009

D. PROBLEMATIKA MYOFASCIAL PAIN SYNDROME
Telah sedikit disinggung di atas bahwa myofascial pain syndrome dapat menimbulkan rasa nyeri. Pada active trigger point dapat menyebabkan terjadinya nyeri pada saat istirahat, nyeri tekan dengan pola reffered pain. Pada latent trigger point tidak menyebabkan nyeri spontan tetapi dapat membatasi gerakan atau menyebabkan kelemahan otot. Pasien yang mengalami keterbatasan atau kelemahan otot dapat berasal dari latent trigger point yang hanya ditemukan jika ditekan secara langsung pada titik tersebut. Kadang juga ditemukan adanya respon local twitch. Hal ini karena serabut otot yang tegang (taut band) pada trigger point tersebut akan berkontraksi saat tekanan diaplikasikan.

E. TINDAKAN TERAPI
Terapi pada kondisi myofascial pain syndrome dapat dipilahkan menjadi terapi farmakologik dan nonfarmakologik. Pada terapi farmakologi biasanya dokter akan memberikan obat pereda nyeri atau OAINS. Sedangkan pada terapi non farmakologi dapat dilakukan pemberian terapi oleh fisioterapi atau akupunktur.
Program terapi yang dapat diberikan oleh fisioterapis bermacam-macam, yang paling penting adalah menentukan dimana lokasi dari trigger point berada. Setelah ditemukan lokasi trigger point baru kemudian diberikan modalitas terapi misalnya diberikan stimulasi elektrik dengan menggunakan TENS (Transcutaneous Electricalstimulation of Nerve System) pada trigger point, pemberian massage therapy, manipulative peripheal (stretch muscle), diathermy, dan sebagainya.

F. KESIMPULAN
Adanya mikrotrauma pada jaringan otot akan menimbulkan inflamasi yang kemudian pada tahap lanjut terjadi pembekuan jaringan collagen dan perlengketan diantara serabut collagen. Keadaan ini jika berlangsung lama dapat terjadi tightness (munculnya taut band pada serabut otot), pemendekan otot dan nyeri otot yang bersifat kronik sehingga menimbulkan kondisi yang biasa disebut dengan myofascial pain. Pada myofascial pain terjadi myofibril spasme, kontraktur jaringan ikat otot (perimyesium, epimyesium dan endomyesium) dan perlengketan jaringan ikat otot dengan myofibril. Akibatnya, fleksibilitas otot menjadi hilang atau berkurang sehingga terjadi keterbatasan lingkup gerak sendi.
Sering terjadi misdiagnosa untuk kondisi myofascial pain syndrome ini. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan yang teliti agar didapatkan hasil terapi yang maksimal.

G. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, http://klinik-online.blogspot.com/2008_11_01_archive.html

Anonim, http://backandneck.about.com/od/chronicpainconditions/f/myofascialfibro.htm

Anonim, www.triggerpointbook.com/triggerp.htm.

Anonim, Trigger Point www.trisoma.com/webimg/Fig409BackMusclesTrP.jpg

Carolyn Kisner, Lynn Allen Colby, Therapeutic Exercise Foundation And Thecniques, Third Edition, F.A Davis Company, Philadelphia, 1996

David J.Alvarez, Pamela G.Rockwell, Trigger Point : Diagnosis and Management (www.org/alp/20020215,html : University of Michigan Medical School,2002),h.1

Heru Purbo Kuntono, Nyeri Muskuloskeletal, Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Neural Nobilization Extremity Inferior, Surakarta, 24 Januari 2009

John Halford, Myofascial Pain Trigger Points Nerve Root Pain Satellite Trigger Points (www.positivehealth.com/permit/article/bodywork/halfd16.htm: Hamspshire,2002),h.2

Julia, van Deusen, Denis Brunt, Assesment in Occupational Therapy and Physical Therapy, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997

Ns. Anas Tamsuri,S.Kep, Seri Kebutuhan Dasar Manusia Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri, EGC,Jakarta, 2007

WELCOME TO MY WORLD

SELAMAT DATANG DI WEB-BLOG-QU

about me

Siapa saya...?hanya Allah yang tau but sedikit crita nich. I'm a physiotherpist.sekarang critanya baru ngajar di Cilacap City